Asian Agri Masih Keberatan Dikenai Tagihan Pajak Rp 1,3 Triliun

Jakarta -Asian Agri Grup mengaku keberatan atas tagihan pokok pajak yang dilayangkan Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak senilai Rp 1,3 triliun. Untuk itu, pihaknya meminta kepada Ditjen Pajak untuk menghitung kembali angka perhitungan tagihan pajak tersebut.

"Keuntungan kita saja Rp 1,24 triliun dari 2002-2005. Data kita ini tidak ada yang dimanipulasi. Kita minta dicek lagi. Kita saling kroscek angka," kata General Manager Grup Asian Agri Freddy Widjaya saat acara press briefing di Gedung Annex Wisma Nusantara, Jakarta, Rabu (19/2/2014).


Angka tagihan pajak yang disebut Asian Agri ini juga berbeda dibanding yang pernah disampaikan oleh Dirjen Pajak Fuad Rahmany, yaitu Rp 1,8 triliun. Namun Freddy mengatakan, tagihan pajak yang dikenakan adalah Rp 1,3 triliun, dan ini yang diprotes.


Freddy menjelaskan, Ditjen Pajak perlu melakukan penghitungan ulang dalam menetapkan besaran pajak.


Menurut Freddy, penghitungan pajak harusnya menggunakan EBITDA atau laba sebelum pajak, bukan dari pendapatan. Melalui EBITDA, dapat diketahui besaran laba yang diperoleh perseroan secara pasti. "Metode yang paling sederhana ya menggunakan EBITDA," ujarnya.


Meskipun demikian, pihaknya tetap mematuhi aturan untuk menyelesaikan cicilan utang pajak tersebut. "Kita tetap memenuhi komitmen. Cicilan masih berlangsung sampai Oktober 2014," cetus Freddy.


Selain tagihan pajak, Asian Agri juga terkena denda tunggakan pajak senilai Rp 2,5 triliun yang akan ditagih oleh pihak Kejaksaan Agung.


Freddy menyebutkan, pihaknya sudah membayar cicilan utang denda pajak ke Kejaksaan Agung sekitar Rp 700 miliar. Untuk selanjutnya akan terus dicicil hingga batas akhir pada Oktober 2014.


"Kita sudah bayar ya yang Rp 700 miliar. Kita tetap memenuhi aturan batasnya Oktober," kata dia.


Tercatat, EBITDA Asian Agri dalam kurun waktu 2002-2005 mencapai Rp 7,2 juta per hektar. Sementara luas lahan yang dimiliki Asian Agri mencapai 146.000 hektar. Sementara total penjualan tercatat Rp 7,6 triliun dalam kurun waktu 2002-2005.


(drk/dnl)

Berita ini juga dapat dibaca melalui m.detik.com dan aplikasi detikcom untuk BlackBerry, Android, iOS & Windows Phone. Install sekarang!