Renegosiasi Kontrak Tambang Molor Terus, Ini Alasan Kementerian ESDM

Jakarta -Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memperkirakan negara berpotensi rugi US$ 169,06 juta atau sekitar Rp 1,6 triliun per tahun, akibat molornya renegosiasi kontrak tambang pada 1 perusahaan.

Harusnya, sejak 2012 lalu, renegosiasi kontrak tambang sudah selesai dilakukan. Apa alasan Kementerian ESDM molornya renegosiasi kontrak mineral tambang tersebut?


"Memang benar, seharusnya renegosiasi kontrak selesai dan berlaku berbarengan dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang mineral dan batu bara," ujar Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM R. Sukhyar ditemui di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (3/3/2014).


Sukhyar mengatakan, pembahasan renegosiasi kontrak tidak sesuai yang ditargetkan dan terus molor, karena ada 6 poin yang direnegosiasikan harus disetujui oleh 37 Kontrak Karya dan 74 Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B).


Adapun 6 poin yang direnegosiasikan adalah luas wilayah, royalti, divestasi saham, perpanjangan kontrak, pengolahan dan pemurnian mineral, dan peningkatan penggunaan barang dan jasa dalam negeri.


"Jadi 6 poin itu kan harus seluruhnya disetujui oleh KK dan PKP2B tidak boleh berbeda-beda, harus sama semua. Masalahnya ada satu perusahaan yang royalti sekian setuju ada yang tidak setuju," ujarnya.


Sukhyar menambahkan, renegosiasi kontrak tidaklah mudah, karena namanya renegosiasi tergantung juga perusahaan mineral tambangnya menghendaki apa tidak.


(rrd/dnl)

Berita ini juga dapat dibaca melalui m.detik.com dan aplikasi detikcom untuk BlackBerry, Android, iOS & Windows Phone. Install sekarang!