Dirjen Pajak Ingin Pegawainya Tak Lagi Berstatus PNS, Ini Alasannya

Jakarta -Pihak Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak mengaku kesulitan mengembangkan sistem penghargaan (reward) dan sanksi (punishment) untuk pegawainya. Salah satu penghambatnya adalah status Pegawai Negeri Sipil (PNS) untuk pegawai pajak.

Dirjen Pajak Fuad Rahmany mengatakan, dirinya berharap calon presiden, baik Prabowo Subianto atau Joko Widodo (Jokowi), bila terpilih bisa memberikan skema baru tentang status pegawai pajak.


"Terserah capres baru. Jadi ada dua poin yang penting, reward system-nya harus bagus seperti swasta. Tapi dia (petugas pajak) juga bisa dipecat kapan saja kalau tidak berkinerja dengan baik. Dan itu hanya bisa kalau bukan PNS," ungkap Fuad di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (10/6/2014).


Fuad menjelaskan, dengan status PNS, maka akan sulit untuk memberikan penghargaan lebih petugas pajak. Padahal banyak kemungkinan prestasi yang bisa didapatkan dibandingkan dengan PNS lainnya.


"Reward kan juga kurang. Itu kan hanya bisa kalau bukan PNS. Kan kalau PNS kan dia pukul rata semua, semua sama, jadi sulit untuk bisa dibedakan. Sistem insentifnya kan nggak bisa kalau PNS kan, jadi dia harus seperti swasta," terangnya.


Begitu pun dengan pemberian hukuman. Menurut Fuad terlalu banyak prosedur yang harus dilakukan dalam pemberian hukuman ataupun pemecatan petugas pajak yang berstatus PNS. Meskipun diketahui ada petugas yang secara kinerja tidak ada peningkatan.


"PNS kan kalau tidak berkinerja dengan baik kan nggak bisa dipecat. PNS hanya bisa dipecat kalau dia tertangkap tangan melakukan kriminal. Seperti yang kita lakukan selama ini, menangkap pegawai dengan KPK. Tapi kalau nggak bisa kita tangkap tangan, nggak bisa kita ganti," paparnya.


Bila tidak berstatus PNS, artinya proses perekrutan petugas pajak juga bisa ditingkatkan sesuai dengan kebutuhannya. Dalam gambaran petugas pajak diposisikan seperti pegawai Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas). Namun tidak harus keluar dari struktur Kemenkeu.


"Bisa reward system-nya seperti itu. Badan tapi bukan swasta. Jadi reward bagus, dan ancaman pemecatan juga harus ada. Tapi masih di bawah Kemenkeu," terangnya.


(mkl/dnl)

Berita ini juga dapat dibaca melalui m.detik.com dan aplikasi detikcom untuk BlackBerry, Android, iOS & Windows Phone. Install sekarang!