Cerita Trauma Warga Jepang Terhadap Listrik Nuklir

Tokyo -Bukan hal mudah bagi Jepang untuk memulihkan kepercayaan warga terhadap teknologi nuklir setelah tragedi Fukushima, 3 tahun silam. Meski berbagai penelitian menunjukkan level radiasi masih dalam batas aman, tidak semua warga merasa aman.

Seperti teramati di Kota Minasoma, 25 km dari reaktor Daiichi Fukushima, yang pada Maret 2011 mengalami 3 musibah sekaligus yakni gempa, tsunami, lalu disusul kerusakan reaktor nuklir Daiichi. Sebagian besar penduduknya mengungsi, dan tidak kembali lagi sampai sekarang.


Prof Ryugo Hayano dari The University of Tokyo mengungkap, pengukuran radiasi dengan alat khusus Babyscan di Fukushima sangat diminati oleh orang tua yang memiliki anak kecil. Padahal pemeriksaan pada 1.000 bayi di Minasoma tidak menunjukkan adanya radiasi Cessium.


"Babyscan tidak diperlukan untuk radioproteksi, tapi diperlukan untuk komunikasi," kata Prof Hayano, ditemui di Minamisoma Hospital baru-baru ini.


Sementara itu, Japan Atomic Energy Agency (JAEA) telah memastikan, air dan makanan di Fukushima aman untuk dikonsumsi. Meski begitu, pengukuran tingkat radiasi terus dilakukan, baik dari sampel tanah, air maupun debu. Alat pengukur radiasi juga dipasang di setiap sudut kota Fukushima.


"Level radiasi memang mencapai 5 mcSv/h pada saat kejadian, tapi saat ini berkisar 0,13 mcSv/h," jelas Dr Jun Saegusa, pakar radiasi dari Sasakino Laboratory milik JAEA yang berkantor di Fukushima.


Beberapa wilayah di perfektur Fukushima saat ini masih seperti kota mati, hanya boleh ditinggali pada siang hari. Restriksi seperti ini diberlakukan untuk wilayah dengan level radiasi 20 mSv/tahun, sedangkan restriksi lebih ketat diberlakukan untuk tingkat radiasi 50 mSv/tahun.


Jepang sangat berkepentingan untuk memulihkan kepercayaan warga, sebab saat ini kebutuhan listrik hampir semuanya dipenuhi dari energi fosil yang diimpor. Badan nuklir Jepang baru-baru ini menyetujui pengaktifan kembali reaktor nuklir di Sendai untuk mengatasi ketergantungan impor bahan bakar fosilnya.


(up/dnl)

Berita ini juga dapat dibaca melalui m.detik.com dan aplikasi detikcom untuk BlackBerry, Android, iOS & Windows Phone. Install sekarang!