"Setiap rupiah terdepresiasi (melemah) Rp 100/US$, defisit anggaran naik Rp 2,6 triliun. Kalau kita bisa jaga nilai tukar ini, beban negara bisa lebih kecil," kata Chatib kala ditemui di kantor pusat Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Jakarta, Rabu (17/9/2014).
Salah satu cara menjaga nilai tukar rupiah, lanjut Chatib, adalah melalui aktivitas lindung nilai (hedging). Ini mirip dengan prinsip asuransi, di mata suatu transaksi dilindungi dari fluktuasi nilai tukar.
"Saya menyambut baik ketika ada lindung nilai. Proses transaksi jauh lebih normal, ini sesuatu yang managable," tuturnya.
Selama ini, tambah Chatib, ada keragu-raguan menjalankan hedging di lingkungan pemerintahan dan BUMN karena khawatir dianggap sebagai kerugian negara. Oleh karena itu, pemerintah, Bank Indonesia, dan BPK tengah menyusun standar penerapan hedging.
"Ini menjadi momentum yang penting. Kami juga tak ingin hedging disalahgunakan. Kalau bisnis normal, saya berharap kita bisa peroleh kesepakatan. Kecuali digunakan untuk fraud atau spekulasi," jelasnya.
Menurut Chatib, ke depan diharapkan BUMN yang memiliki risiko valas yang tinggi bisa lebih memanfaatkan hedging. "Kalau BUMN besar nanti bisa mengurangi (risiko) valasnya, rupiah bisa dikendalikan," sebutnya.
(hds/hen)
Berita ini juga dapat dibaca melalui m.detik.com dan aplikasi detikcom untuk BlackBerry, Android, iOS & Windows Phone. Install sekarang!