"Nanti rencananya kita akan evaluasi. Seperti perusahaannya, kita lihat jumlah kapalnya, dan dokumennya," ungkap Dirjen Perikanan Tangkap KKP Gellwyn Yusuf saat ditemui di Gedung Mina Bahari I, Jakarta, Jumat (5/12/2014).
Kemudian yang tidak kalah penting adalah KKP akan melihat rekam jejak (track record) perusahaan kapal tersebut. Apakah selama ini rutin mendaratkan hasil ikan laut di pelabuhan muat atau mengekspor langsung melalui kegiatan bongkar muat di tengah laut (transhipment).
"Apakah didaratkan atau tidak, hasil laut kita lihat historical ending-nya. Lalu lihat juga kepatuhan bayar pajaknya," imbuh Gellwyn.
Terakhir, jika kapal itu adalah kapal yang dibuat di luar negeri dan ingin beroperasi di wilayah tangkap laut Indonesia, wajib mempunyai bill of sale atau sertifikasi pemutihan kapal asing menjadi kapal Indonesia. Kemudian perusahaan kapal harus bekerja sama dengan perusahaan Unit Pengolahan Ikan (UPI). Jika kapal di atas 2.000 GT, wajib memiliki UPI sendiri.
Saat ini dari 1.132 kapal eks asing di atas 30 GT yang ada di Indonesia, 53 kapal sudah tidak diperpanjang izinnya karena terkena aturan moratorium. Aturan moratorium berlaku mulai 3 November 2014 hingga 30 April 2015.
"Intinya kebijakan ini bukan sesaat, hanya perlu ada satu political will. Presiden Jokowi (Joko Widodo) mengatakan tidak ada lagi toleransi, kita harus menegakkan kedaulatan laut bangsa kita," tegasnya.
(wij/hds)
