"Setelah mendengar penjelasan dari SKK Migas bahwa kalau ingin maksimal target lifting 825 ribu barel bisa tercapai maka angka idela untuk cost recovery-nya harus US$ 16,5 milar. Makanya kami sepakti agar cost recovery harus dipertahankan di angka itu," sebut Wakil Ketua Komisi VII DPR, Mulyadi dalam rapat kerja dengan Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM) dan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) di Gedung DPR/MPR/DPD, Jakarta Rabu (11/2/2015).
Kesepakatan ini, kata Mulyadi, diambil karena Komisi VII DPR RI tidak ingin target lifting minyak yang sudah disepakati dalam rapat sebelumnya, sebesar 825.000 barel per hari meleset.
Produksi minyak nasional tahun ini sendiri sempat diturunkan dari usulan awal sebesar 849.000 barel menjadi hanya ditargetkan mencapai 825.000 barel per hari. Salah satu penyebabnya karena harga minyak saat ini anjlok di bawah US$ 50 per barel.
Pihaknya khawatir bila besaran cost recovery diturunkan, maka target tersebut tidak akan tercapai.
"Kami tidak ingin target lifting minyak turun, karena itu adalah tanggung jawab Komisi VII untuk mengawal target lifting yang sudah disepakati sebelumnya 825.000 barel per hari bisa tercapai," tegas dia.
Dalam kesempatan tersebut, Kepala SKK Migas Amien Sunaryadi menjelaskan, bahwa SKK Migas telah melakukan kajian terhadap dampak-dampak yang harus ditanggung untuk setiap penurunan besaran cost recovery dari mulai US$ 16 miliar, US$ 15 miliar, hingga US$ 14 miliar.
Hasilnya, disimpulkan bahwa ada peluang kegiatan ekspolorasi alias pencarian sumur baru, bakal terkendala apabila besaran cost recovery diturunkan.
"Kami khawatir kalau cost recovery ini dikurangi terlalu jauh dari angka idealnya maka akan kena ke liftingnya. Kami khawatir target lifting nggak bisa tercapai nantinya," tegas Kepala SKK Migas Amien Sunaryadi.
Amien menambahkan, kekhawatiran lainnya adalah bila dipaksakan dikurangi maka, selisih antara kebutuhan ideal cost recovery sebesar US$ 16,5 miliar dan besaran yang diminta Badan Anggaran (Banggar) sebesar US$ 14,097 miliar maka akan membebani anggaran di tahun berikutnya.
"Kami juga khawatir biaya yang kurang itu akan digeser ke tahun berikutnya. Itu akan menambah beban anggaran tahun depan," tutupnya.
(dna/rrd)
Redaksi: redaksi[at]detikfinance.com
Informasi pemasangan iklan
hubungi : sales[at]detik.com