'Biang Kerok' Banjir Jakarta: Daerah Resapan Jadi Kantor dan Mal

Jakarta -Banjir melanda kota Jakarta pada 9-10 Februari pekan lalu, yang mengakibatkan sejumlah ruas jalan lumpuh. Kementerian Pekerjaan Umum membeberkan alasan banjir, yang membuat Istana Presiden juga tergenang itu.

Dirjen Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum Mudjiadi menuturkan, pada 9 Februari lalu, curah hujan yang turun mencapai 90-367 milimeter per detik.‎ Paling ‎besar curah hujan turun di kawasan Tanjung Priok, Jakarta utara yakni 367 milimeter per detik.


"Paling tinggi adalah di sekitar Tanjung Priok, konsentrasinya sampai 367 milimeter. Sedangkan tempat lain 100 milimeter, di Setiabudi 220 mm. Yang paling kecil di Krukut Hulu yaitu 90 mm per detik," tutur Mudjiadi di Kementerian Pekerjaan Umum, Jakarta, Jumat (13/2/2015).


Mudjiadi menambahkan, tingginya curah hujan yang mengguyur Jakarta tak mampu dibendung sistem drainase yang ada. Alhasil, genangan dan banjir kala itu cukup besar dan lama surut.


"Karena kapasitas drainase di Jakarta itu diperkirakan untuk menanggulangi 80-100 mm. Dalam keadaan bagus pun tak akan mampu menampung itu, jadi pasti banyak genangan," tuturnya.


Mudjiadi mengatakan, tak optimalnya drainase di Jakarta salah satunya dipicu banyak dibangun mal dan perkantoran tinggi yang dibangun lebih tinggi dari jalan. Dia juga mengungkapkan, kebanyakan genangan terjadi di wilayah perkotaan yang disebabkan karena buruknya drainase, bukan meluapnya sungai seperti yang terjadi 3 tahun lalu.


"Jadi problem utamanya adalah bagimana air yang menggenang di jalan. Indikasinya, jadi hujan normal yang dulu daerah resapan sekarang sudah menjadi kantor dan mal. Dibangun lebih tinggi daripada jalan. Kalau sekarang begitu turun hujan, tidak langsung turun ke jalan. Mayoritas genangan di jalan. Beda dengan Ciliwung meluap itu genangannya di perumahan. Fenomena ini berbeda dengan tahun dulu," paparnya


(zul/dnl)

Redaksi: redaksi[at]detikfinance.com

Informasi pemasangan iklan

hubungi : sales[at]detik.com