Gita Wirjawan Sebut Ekonomi RI Terbesar ke-15 di Dunia Tapi HP Masih Impor

Ambon -Menteri Perdagangan (Mendag) Gita Wirjawan menjelaskan kepada para mahasiswa Universitas Patimura, Ambon bahwa ekonomi Indonesia merupakan terbesar ke-15 di dunia. Namun Indonesia masih belum banyak mandiri untuk beberapa produk seperti harus impor Handphone (HP).

"Ekonomi kita terbesar ke-15 di dunia. Ada yang tahu? Ada yang kaget? Sudah nomor 15. Pertumbuhan kita di tahun 2013 memang melambat menjadi 5,8% tetapi tercepat kedua di G20. Ini adalah 20 perekonomian terbesar di dunia. Negara pertama Amerika Serikat dan Tiongkok kedua," ungkap Gita saat menjadi pembicara utama dengan tema Indonesia Economic ASEAN 2015 di Universitas Pattimura Ambon, Kamis (16/01/2014).


Menurut Gita dengan pertumbuhan perekonomian Indonesia yang cukup tinggi, namun untuk produk HP, Indonesia masih harus impor. Ia mengakui bahwa masalah ini karena kemajuan industri berbasis teknologi di Indonesia masih cukup kurang.


"Kalau kita bisa tumbuh 5,5%-6% per tahun, ekonomi kita terbesar nomor 7 di dunia. Mau nggak? Tetapi ada masalah. Masalahnya simple, ada nggak yang pakai HP buatan Indonesia? Hayo tunjuk tangan? pantas nggak bahwa lulusan Pattimura tidak bisa membuat HP? Pantas tidak lulusan pendidikan tinggi tidak bisa membuat HP? Sangat tidak pantas. Kita sudah bisa bikin kaos kaki, baju, celana sepatu, HP harus bisa, setuju?," tuturnya.


Gita menekankan agar mahasiswa mulai sekarang belajar bagaimana cara membuat HP. Sehingga produk yang banyak dipakai publik ini nantinya bisa dibuat di dalam negeri tidak lagi harus diimpor.


"Dan kita harus tekat dan niat dan giat dalam waktu dekat tidak lebih dari 5 tahun, sewaktu saya balik sudah menggunakan HP bermerek merah putih. Tantangan kita lain adalah memproduksi HP yang lebih murah dan bagus dari apapun yang sudah dilakukan Tiongkok seperti HTC, Samsung, Apple," imbuhnya.


Gita menambahkan padahal untuk membuat 1 HP terbilang cukup murah namun ketika dijual ke pasar di Indonesia harganya sangat mahal. Hal ini karena ada nilai tambah berupa hak intelektual yang dibayarkan pembeli kepada produsen.


"1 HP produksinya hanya Rp 100 ribu di luar negeri. Kita beli bisa Rp 1,2,3,4,5 juta adil tidak? bayangkan HP itu dibuat di dalam negeri bisa dibuat untuk kepentingan rakyat. Ini sederhana. Ilustrasinya sederhana, konsumsi 20 tahun ke depan untuk barang dan jasa Rp 360 ribu triliun. Itu 60% dari pendapatan Indonesia selama 20 tahun ke depan. Saya tidak ikhlas kalau itu didominasi barang buatan luar negeri. Kita harus pelajari apa yang dilakukan negara lain contohlah Singapura dan Tiongkok," jelasnya.


(wij/hen)

Berita ini juga dapat dibaca melalui m.detik.com dan aplikasi detikcom untuk BlackBerry, Android, iOS & Windows Phone. Install sekarang!