BUMN Ini Diminta Jamin Proyek Kilang Minyak Rp 100 T

Jakarta -Pemerintah serius merencanakan pembangunan kilang minyak baru di Bontang, Kalimantan Timur. BUMN diajak terlibat dalam perencanaan, penilaian, pembiayaan hingga eksekusi proyek. Salah satu yang diminta adalah PT Penjamin Infrastruktur Indonesia (Persero).

BUMN yang berada di bawah Kementerian Keuangan ini diminta menjamin dan menilai hasil feasibility study (uji kelayakan) kilang minyak yang diproyeksi membutuhkan investasi Rp 100 triliun..


"Refinary (kilang), pemerintah mau bikin kilang minyak. Kita melakukan initial assesment. Prosesnya masih awal, sebisa mungkin kita kerjakan. Nilai proyeknya Rp 100 triliun," kata Direktur Operasi PT Penjamin Infrastruktur Indonesia (Persero) Yadi J. Ruchandi pada acara Indonesia Green Infrastructure Summit 2014 di Pacific Place, Jakarta, Rabu (30/4/2014).


PII menurut Yadi sangat terbuka terhadap penjaminan dan penilaian proyek dalam bentuk kerjasama pemerintah swasta (public private partnership/PPP). Namun nilai proyek harus di atas Rp 1 triliun.


Penjaminan dan penilaian yang dilakukan oleh PII bertujuan memastikan proyek layak secara bisnis. Selanjutnya pasca memperoleh penilaian dan penjaminan PPI, investor bisa meneruskan untuk financial closing atau pembiayaan dari lembaga keuangan.


Terkait proyek kilang minyak, PII belum melakukan kajian lebih jauh karena baru sebatas ajakan. "Kita tergantung assignment pemerintah. Itu Rp 100 triliun besar, kalau di sisi kita siap membantu," jelasnya.


Saat ini proyek yang menjadi fokus penilaian dan penjaminan adalah Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) mulut tambang 9 dan 10 senilai Rp 40 triliun di Sulawesi Selatan, proyek pengolahan air bersih di Lampung Rp 1 triliun dan Umbulan Jawa Timur Rp 2 triliun. Ketiga proyek tersebut ditargetkan bisa memasuki kesepakatan pada tahun ini.


Pada kesempatan itu, Yadi juga menerangkan ada proyek yang telah lolos penilaian dan penjaminan PII namun hingga kini belum mencapai financial closing. Proyek tersebut adalah PLTU Batang dengan kaapsitas 2.000 Mega Watt senilai Rp 40 triliun.


"Tinggal financial closing. Batang masalah tanah, yang akuisisi tanah di perjanjiannya adalah swasta. Dia alami kesulitan. Dia menentukan lokasi untuk akuisisi tanah. Sama bank dia ditolak karena harus selesaikan pembebasan tanah. Itu nggak selesai. Itu dikerjakan investor lokal dan asing. Lokal dari Adaro dan asing dari Jepang," jelasnya.


(feb/dnl)

Berita ini juga dapat dibaca melalui m.detik.com dan aplikasi detikcom untuk BlackBerry, Android, iOS & Windows Phone. Install sekarang!