Menurutnya sejak puluhan tahun lalu, pasar dan peminat rumah susun sudah ada di Indonesia. Untuk saat ini, masyarakat memang harus dipaksa bersedia tinggal di rusun.
"Empat puluh tahun yang lalu zaman Soeharto orang Indonesia sudah tinggal di rusun, kok sekarang susah. Orang dulu itu sudah akrab, tiba-tiba sekarang dibilang lagi, jadi dipaksa, belajar tinggal di rumah susun," katanya saat berbincang dengan wartawan di Kantor Kementerian Perumahan Rakyat, Jakarta, Selasa (13/5/2014).
Kebijakan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Perumahan Rakyat No 3 dan 4 tahun 2014.
Ia menuturkan tanah di Indonesia semakin menipis, sedangkan pertumbuhan penduduk dan permintaan terhadap hunian terus bertambah. Sehingga, pembangunan hunian rumah rusun akan lebih efektif.
"Tanahnya nggak nunggu, orangnya nunggu. Di mana ada tanah bertambah kecuali reklamasi. Jalan satu-satunya adalah dengan membangun rusun," katanya.
Kebijakan ini akan berlaku di seluruh Indonesia, khususnya sangat bermanfaat di kota-kota besar. Rusun akan dibangun berdekatan dengan lingkungan kerja agar tidak menimbulkan kemacetan di kota-kota besar seperti Jakarta.
"Belum lagi kemacetan yang ditimbulkan, belum lagi sarana dan prasarana yang disiapkan pemerintah untuk mengangkut mereka. Kita harus paksa untuk mendekatkan mereka dengan tempat mereka bekerja. Mereka akan dapat untung berlebih dengan ke tempat kerja," jelasnya.
Namun kebijakan ini mendapat kritikan oleh beberapa pihak. Ada anggapan budaya masyarakat tinggal di rusun masih minim, sehingga pasar rusun dikhawatirkan sepi peminat.
(zul/hen)
Berita ini juga dapat dibaca melalui m.detik.com dan aplikasi detikcom untuk BlackBerry, Android, iOS & Windows Phone. Install sekarang!
