Keunggulan Jokowi Belum Final, Penguatan IHSG dan Rupiah Bisa Terhenti

Jakarta -Hari ini, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan nilai tukar rupiah melanjutkan penguatannya. Faktor politik, yaitu situasi pasca pemilihan presiden (pilpres), menjadi pendorong optimisme pelaku pasar.

IHSG pada Kamis (10/7/2014) dibuka menguat 134,87 poin atau 2,68% di posisi 5.160,349. Nilai tukar rupiah pun menguat di kisaran Rp 11.500 per dolar Amerika Serikat (AS).


Agustinus Prasetyantoko, pengamat ekonomi Universitas Atma Jaya Jakarta, menilai pergerakan pasar hari sama masih sama dengan saat sebelum pilpres. Sebelum pilpres, pasar optimistis karena hasil exit poll di luar negeri mengunggulkan pasangan nomor urut 2, Joko Widodo-Jusuf Kalla. Ini menjadi salah satu faktor yang menyebabkan IHSG dan rupiah menguat.


"Setelah pilpres, kecenderungannya masih sama. Market masih berekspektasi Pak Jokowi yang akan menang. Ini menyebabkan IHSG dan rupiah kembali menguat," kata pria yang akrab disapa Pras ini kepada detikFinance, Kamis (10/7/2014).


Hasil hitung cepat (quick count), lanjut Pras, memang bervariasi. Sejumlah lembaga survei seperi Puskaptis, LSN, JSI, dan IRC memenangkan pasangan nomor urut 1, Prabowo Subianto-Hatta Rajasa. Sementara Litbang Kompas, RRI, SMRC, CSIS-Cyrus, Pol Tracking, LSI, dan Indikator Politik menetapkan Jokowi-JK sebagai pemenang pilpres.


Oleh karena itu, Pras mengingatkan bahwa tren penguatan bisa saja terhenti ketika pelaku pasar menyadari kompleksitas politik yang terjadi. "Apalagi margin-nya tipis, sekitar 3-5%. Kubu Pak Prabowo juga merasa menang. Saya ragu penguatan ini bisa berlanjut ketika market menyadari bahwa situasi politik yang terjadi lebih kompleks dari yang dibayangkan," paparnya.


Faktor yang membangun optimisme pasar, lanjut Pras, belum solid. "Artinya kita harus menunggu kepastian dari KPU (Komisi Pemilihan Umum)," ujarnya.


Selagi menunggu hasil resmi penghitungan suara dari KPU, Pras memperkirakan laju penguatan IHSG dan rupiah akan melambat bahkan bisa terjadi koreksi. "Besok (11/7/2014) saya perkirakan cenderung stagnan. Bahkan kemungkinan ada koreksi karena aksi profit taking (ambil untung) atau market sudah menyadari kompleksitas politik yang ada," tuturnya.


(hds/hen)

Berita ini juga dapat dibaca melalui m.detik.com dan aplikasi detikcom untuk BlackBerry, Android, iOS & Windows Phone. Install sekarang!