Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Jarman mengatakan, dengan dinyatakannya PLTU Batang dalam status force majeure, artinya pembangunan proyek tersebut akan kembali tertunda. "Artinya pembangunan PLTU akan mundur dari jadwal," ujar Jarman kepada detikFinance, Selasa (8/7/2014).
Jarman mengungkapkan, proyek tersebut direncanakan akan financial closing pada Oktober 2012. Namun sampai saat ini belum juga selesai karena masalah pembebasan lahan.
"Pemerintah telah mengambil langkah dengan membangun beberapa pembangkit listrik di Jawa sebagai antisipasi molornya PLTU ini. Terutama pembangkit gas yang proses pembangunannya lebih cepat daripada PLTU batu bara," kata Jarman.
Molornya proyek PLTU Batang ini diprediksi akan mengakibatkan defisit pasokan listrik di pulau Jawa.
Sebelumnya, PT Adaro Energy Tbk (ADRO) telah mengumumkan bahwa pada hari Jumat, 27 Juni 2014, PLTU 2 x 1.000 MW di Jawa Tengah berstatus force majeure kepada kontraktor EPC dan PT PLN.
Melalui upaya-upaya yang baik yang telah dilakukan oleh PT Bhimasena Power Indonesia, anak usaha Adaro dan konsorsium, PLTU Jateng telah menghasilkan kemajuan yang baik, termasuk mengakuisisi lebih dari 85% lahan yang dibutuhkan untuk mambangun power block, serta menerima persetujuan untuk Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL) dan izin-izin lainnya yang diperlukan.Next
(rrd/hds)
Berita ini juga dapat dibaca melalui m.detik.com dan aplikasi detikcom untuk BlackBerry, Android, iOS & Windows Phone. Install sekarang!
