Agus menjelaskan, saat ini investor tengah mewaspadai potensi kenaikan suku bunga di AS. Ini menyebabkan investor cenderung melepas aset-aset di negara berkembang, termasuk Indonesia, dan masuk ke pasar Negeri Paman Sam.
"Kalau tingkat bunga AS naik, maka akan membuat ancaman capital outflow bagi negara yang ekonominya kurang kuat," ungkap Agus di Komplek Perumahan Bank Mandiri, Tebet, Jakarta, Minggu (5/10/2014).
Oleh karena itu, lanjut Agus, pemerintah dan BI harus bisa memberikan sentimen positif kepada pelaku pasar keuangan. Salah satunya dengan kenaikan harga BBM bersubsidi.
"Indonesia punya beberapa indikator yang mesti diperbaiki, terutama fiskal. Ini bisa selesai dengan BBM ditangani dengan bijaksana. Kalau fundamental membaik dan reformasi dilakukan, masalah itu bisa teratasi," paparnya.
Kebaikan harga BBM, tambah Agus, akan mengurangi beban subsidi BBM yang mencapai ratusan triliun rupiah setiap tahunnya. Neraca pembayaran juga akan terbantu karena impor BBM turun seiring penurunan konsumsi akibat kenaikan harga.
"Menjadi pekerjaan bersama untuk memperbaiki fundamental ekonomi dan pelaksanaan reformasi struktural. Salah satunya penyikapan soal impor BBM yang banyak menekan fiskal," tegasnya.
(mkl/hds)
Berita ini juga dapat dibaca melalui m.detik.com dan aplikasi detikcom untuk BlackBerry, Android, iOS & Windows Phone. Install sekarang!
