Menurut Yugi Prayanto, Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Kelautan dan Perikanan, salah satu penyebabnya adalah kekhawatiran bank bahwa kredit yang disalurkan akan bermasalah alias macet. Dia pun tidak menampik hal ini.
Menurut data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), nilai kredit bermasalah (Non Perfoming Loan/NPL) di sektor perikanan per Juli 2014 adalah Rp 247 miliar. Dibandingkan penyaluran kredit di sektor ini yang Rp 6,73 triliun, berarti rasionya adalah 3,67%.
Rasio NPL di sektor perikanan memang lebih besar dibandingkan sektor-sektor lainnya. Misalnya di pertanian, perburuan, dan kehutanan, rasio NPL-nya 2,01%.
Atau NPL di sektor pertambangan dan penggalian yang 3,09%. Begitu juga NPL di sektor industri pengolahan yang hanya 2,03%.
Meski begitu, tidak semua usaha di sektor perikanan dan kelautan berpotensi mengalami masalah. "Jangan disamaratakan," ujar Yugi di di Menara Kadin, Kuningan, Jakarta, Selasa (7/10/2014).
Menurut Yugi, sejumlah usaha di sektor ini masih prospektif sehingga layak mendapatkan dukungan perbankan. Misalnya budidaya udang.
"Udang ini bisnis yang masih menguntungkan. Jika diberi kredit, pengembaliannya cepat. Oleh karena itu, jangan disamaratakan," tegasnya.
(hds/ang)
Berita ini juga dapat dibaca melalui m.detik.com dan aplikasi detikcom untuk BlackBerry, Android, iOS & Windows Phone. Install sekarang!