Ini Alasan Ekonomi RI Tak Mampu Tumbuh Sampai 7%

Nusa Dua -Pasca krisis moneter 1998/1999, ekonomi Indonesia terhitung tumbuh cukup tinggi. Tapi sayangnya capaian tersebut tidak mencapai angka 7%. Pertumbuhan tertinggi hanya 6,5%, yaitu di 2011.

Wakil Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro alasannya, yaitu karena ekonomi Indonesia hanya tertumpu pada konsumsi masyarakat. Bila itu dipertahankan, maka pertumbuhan ekonomi hanya akan di kisaran 5%-6%.


"Sampai hari ini sumber pertumbuhan itu adalah konsumsi. Makanya pertumbuhannya hanya pada kisaran 5-6%. Tapi lebih dari itu susah. Apalagi 7%," kata Bambang usai menghadiri seminar bertajuk Growth Strategy for a Rising Indonesia di Hotel Nikko, Nusa Dua, Bali, Sabtu (11/10/2014).


Capaian 7%, menurut Bambang, akan terealisasi bila faktor pendorong ekonomi berasal dari investasi langsung atau foreign direct investment (FDI). Investasi yang paling tepat bukan lagi pada pertambangan dan perkebunan. Melainkan adalah sektor manufaktur.


"Kita harapkan FDI yang masuk itu nanti ekspansi terus, sehingga akhirnya kita bisa kemampuan untuk ekspor," jelasnya.


Ekspor memang menjadi pilihan kedua. Sebab dari investasi tersebut diharapkan tertuju kepada pemenuhan kebutuhan domestik. Mengingat pasar yang sangat luas akibat bonus demografi.


"Kalau langsung fokus pada ekspor itu sulit. Karena ekspor ada pengaruh eksternal. Negara lain tidak mengimpor barang dari Indonesia maka ekspor tidak akan meningkat," papar Bambang.


Bambang mendukung pertumbuhan ekonomi yang tinggi, karena Indonesia masih bermasalah pada kemiskinan dan pengangguran. Tentunya diiringi dengan perbaikan kualitas pertumbuhan.


"Mau nggak mau pertumbuhan ekonomi harus tinggi. Begitu saatnya konsumsi dipertahankan. Tapi investasi dan ekspor ditingkatkan. Makanya manufaktur jawabannya," tegasnya.


(mkl/dnl)

Berita ini juga dapat dibaca melalui m.detik.com dan aplikasi detikcom untuk BlackBerry, Android, iOS & Windows Phone. Install sekarang!