Setelah ASEAN, RI Harus Hadapi Pasar Bebas Asia Pasifik

Jakarta -Setelah pasar bebas ASEAN diberlakukan akhir 2015, Indonesia juga harus bersiap menghadapi pasar bebas Asia Pasifik 2025. Tidak hanya bersaing dengan negara-negara seperti Malaysia dan Singapura, Indonesia juga harus bersaing dengan Jepang, Korea Selatan, Tiongkok, hingga Australia dan Selandia Baru.

Jelang pertemuan tingkat pemimpin negara Kerja Sama Ekonomi Asia-Pasifik (APEC) November 2014 di Beijing (Tiongkok), Indonesia sedang merancang strategi guna menghadapi rencana penetapan tenggat waktu realisasi kawasan perdagangan bebas Asia Pasifik atau Free Trade Area of the AsiaPacific/FTAAP pada 2025.


Pada pertemuan November nanti, Tiongkok berencana mendorong kesepakatan atas pemberlakuan FTAAP 2025 dengan didahului studi kelayakan (feasibility study) pada 2015-2016.


Pembentukan FTAAP telah menjadi cita-cita APEC sejak 2006 guna mengatasi dampak negatif meningkatnya Regional Trade Agreement (RTA) maupun Free Trade Agreement (FTA) di kawasan regional Asia Pasifik. FTA/RTA merupakan salah satu preferensi negara-negara di dunia saat ini dalam hal pendekatan liberalisasi perdagangan kawasan.


"Indonesia sangat berkepentingan untuk memberikan warna dan bentuk dari arsitektur FTAAP yang dibayangkan akan terbentuk nanti. Kami merancang strategi untuk menghadapi FTAAP agar sesuai dengan kepentingan Indonesia," kata Direktur Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan Bachrul Chairi dalam keterangan tertulisnya, Kamis (9/10/2014).


Pembentukan FTAAP, lanjut Bachrul, merupakan alat untuk mencapai Regional Economic Integration (REI) Asia Pasifik yang mewujudkan kesejahteraan bersama. "Bagi Indonesia, bila FTAAP akan dilaksanakan 2025, jeda waktu ini diperlukan untuk melakukan langkah persiapan dalam beberapa tahun ke depan sehingga FTAAP sesuai dengan kepentingan nasional," paparnya.


Sedangkan Tiongkok selaku tuan rumah APEC 2014 berencana menjadikan FTAAP sebagai salah satu tujuan utama dengan pengesahan roadmap dan feasibility study. Berkaitan dengan hal ini, strategi Indonesia perlu lebih dimatangkan.


"Dengan pertimbangan tersebut, Indonesia perlu menentukan posisi dan mendapatkan rekomendasi dari stakeholders yang meliputi seluruh lini dalam menghadapi FTAAP. Perlu dilihat bagaimana dampak serta peluangnya bagi perdagangan dan investasi Indonesia," tutur Bachrul.


(wij/hds)

Berita ini juga dapat dibaca melalui m.detik.com dan aplikasi detikcom untuk BlackBerry, Android, iOS & Windows Phone. Install sekarang!