Hal tersebut diungkapkan Arifin pada pidatonya di depan Wisudawan Universitas Paramadina, di Universitas Paramadina, Jalan Gatot Subroto, Jakarta, Sabtu (11/10/2014).
"Indonesia sekarang ini berada di tengah-tengah krisis energi. Krisis energi bukan lagi ilusi, atau akan datang atau ungkapan yang mengada-ada, tetapi sesuatu yang nyata, riil, dan sedang melanda negara kita sekarang ini," tegas Arifin.
Ia mengungkapkan, masih banyak orang yang menganggap hal tersebut tidak benar. Arifin menunjukkan 'brutal fact' atau fakta pahit, soal krisis energi yang melanda Indonesia.
"Brutal fact ini mulai dari produksi minyak turun, sementara konsumsi BBM (bahan bakar minyak) naik. Konsumsi energi kita 2010 mencapai 3,3 juta barel setara minyak (boepd), pada 2025 nanti naik 3 lipat mencapai 7,7 juta boepd," katanya.
Meningkatnya konsumsi energi ini, terutama disebabkan pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan penduduk, dan borosnya pemakaian energi. Ini semua akibat meningkatnya kendaraan pribadi, dan harga BBM yang murah karena subsidi.
"Harga BBM kita terlalu murah! Itupun karena disubsidi negara," ucapnya.
Arifin menegaskan, kemampuan produksi minyak nasional turun sejak 1998. Indonesia memang pernah berjaya pada 1977, di mana produksi minyak nasional mencapai 1,683 juta barel per hari, dan pada 1995 mencapai 1,642 juta barel per hari.
"Sekarang? Sampai Juli 2014 produksi kita hanya 788.000 barel per hari. Akibatnya apa? Fakta pahit kedua yakni kita impor minyak makin besar, bayangkan Indonesia pada 2013 mengimpor sebanyak 131 juta barel BBM dengan biaya yang dikeluarkan US$ 42,154 miliar atau dalam sehari mencapai US$ 150 juta. Itu tandanya kita sedang krisis energi," katanya.
(rrd/dnl)
Berita ini juga dapat dibaca melalui m.detik.com dan aplikasi detikcom untuk BlackBerry, Android, iOS & Windows Phone. Install sekarang!
