Ini Hasil Rapat Kemenkeu, BI, OJK, dan LPS Soal Anjloknya IHSG dan Rupiah

Jakarta - Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan (FKSSK) yang terdiri dari Kementerian Keuangan, Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) serta LPS menanggapi anjloknya pasar saham dan rupiah. FKSSK menggelar rapat hingga tengah malam hari tadi untuk mencari penyikapan atas hal tersebut.

Plt Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Bambang Brodjonegoro mengatakan, koreksi yang terjadi pada indeks acuan dan nilai tukar ini disebabkan oleh kombinasi sentimen negatif dari kondisi global dan domestik.


"Gejolak yang terjadi hari ini (Senin) utamanya adalah kombinasi dari kondisi global dan domestik. Kondisi globalnya itu ada berbagai macam sentimen negatif yang membuat mata uang berbagai negara di Asia misalnya berikut pasar modalnya pun mengalami kemerosotan," ungkap Bambang seperti dikutip, Selasa (20/8/2013)


Menurut Bambang, kondisi global berasal dari spekulasi apakah bank sentral AS yaitu The Fed akan melanjutkan program stimulus ekonominya atau tidak.


"Dan itu spekulasinya ada yang bilang September, karena September ada rapat The fed. Itu pasti tentunya akan menimbulkan spekulasi untuk kita yang capital inflow-nya masih tergantung pada asing akan berdampak negatif," sambung Bambang.


Pada sisi domestik, Bambang menilai ada pengaruh dari kenaikan defisit transaksi berjalan (current account deficit) yang mencapai 4,4% dari PDB per akhir Juni, sesuai dengan laporan BI pekan lalu. Sebetulnya, menurut Bambang ada pengaruh kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi yang akan berdampak positif setelah Juni.


"Current account deficit 4,4% dari PDB yang baru mencakup data sampai kuartal kedua sampai Juni di mana dampak kenaikan harga BBM terhadap impor migas belum bisa dilacak karena masih pendek sekali," ujarnya.


Hal itu pun akan menjadi fokus utama, sebab terkait dengan pandangan investor yang langsung berpengaruh terhadap pasar saham dan nilai tukar rupiah. Pekan ini FKSSK akan menggelar rapat dengan tingkatan yang lebih tinggi untuk mencari solusinya.


"Kita tetap punya policy action bersama-sama untuk menjaga kestabilan pasar dan ujungnya membuat kita menjaga kestabilan eksternal perekeonomian kita. Karena mulai dari current account deficit, itu yang harus di-address supaya sistem keuangan lebih stabil,' jawabnya.


Di samping itu hal senada juga diutarakan oleh Deputi Gubernur BI Perry Warjiyo. BI tetap akan berupaya untuk kembali menstabilkan nilai tukar rupiah sesuai dengan fundamental ekonomi.


"Kita juga akan terus melakukan pembelian SBN dari pasar sekunder dan sekaligus juga membantu mendukung stabilitas di pasar sbn dan Bu Nurhaida (OJK) akan tambahkan langkah di pasar modal," kata Perry di kesempatan yang sama.


Terkait defisit transaksi berjalan, BI memperkirakan akan jauh lebih rendah pada triwulan III dibanding triwulan II yang mencapai 4,4% dari PDB.


"Perkiraan kita di triwulan III menurun menjadi 2,7% dari PDB. Karena impor migas triwulan II masih tinggi, triwulan III akan turun. Impor non migas juga turun karena pertumbuhan ekonomi juga slowing down," tutupnya.


Seperti diketahui, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada perdagangan Senin (19/8/2013) ditutup terjun 255,136 poin (5,58%) ke level 4.313,518. Indeks bahkan sempat singgah pada level terendahnya di 4.310,688. Ini dipicu maraknya aksi lepas saham yang dilakukan investor asing.


Sementara nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) ditutup melemah di posisi Rp 10.485 per dolar AS dibandingkan posisi pada penutupan perdagangan akhir pekan lalu di Rp 10.390 per dolar AS. Siang tadi dolar sempat menyentuh level tertingginya di Rp 10.645 per dolar AS.


(ang/ang)