Tanpa reformasi kebijakan subsidi, beban APBN akan terus meningkat. Apalagi saat ini nilai tukar rupiah masih di atas asumsi, sementara lifting minyak di bawah asumsi. Kombinasi dua faktor ini membuat pemerintah harus nombok karena realisasi pembayaran bisa melebihi yang dianggarkan.
Biasanya, pemerintah menempuh kebijakan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) untuk mengurangi tekanan subsidi. Namun hal yang patut mendapat perhatian adalah dalam beberapa tahun terakhir PDIP getol menolak kenaikan harga BBM. Joko Widodo adalah kader partai itu.
Pencalonan Jokowi, sapaan akrabnya, membuat dunia usaha bergairah. Menarik untuk disimak bagaimana kebijakan pengelolaan subsidi ala Jokowi jika gubernur DKI Jakarta ini benar-benar terpilih sebagai presiden.
“Orang-orang ingin tahu bagaimana pandangan Jokowi terhadap subsidi BBM. Juga pandangannya dalam hal ekspor mineral dan investasi asing,” kata Prakriti Sofat, Ekonom Barclays seperti dikutip dari Wall Street Journal.
Sebenarnya Jokowi bukan orang yang anti terhadap reformasi subsidi BBM. Mantan Wali Kota Solo ini pernah mewacanakan pembatasan BBM bersubsidi di Jakarta. Langkah ini bertujuan untuk mengurangi kemacetan di Jakarta.
"Ini dimulai dari kemacetan di DKI, semua jurus harus dilakukan untuk mengurangi itu. Kalau BBM dicabut, terutama untuk mobil saja, itu sudah mengurangi kemacetan banyak," tutur Jokowi, beberapa waktu lalu.Next
(hds/DES)
Berita ini juga dapat dibaca melalui m.detik.com dan aplikasi detikcom untuk BlackBerry, Android, iOS & Windows Phone. Install sekarang!
