4 Kali Ikut Seleksi, Calon Anggota BPK: Tes di DPR Hanya Basa-basi!

Jakarta -Seleksi calon anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sudah memasuki hari kedua. Belasan calon akan mengikuti uji kelayakan dan kepatutan atau fit and proper test di hadapan Komisi XI DPR.

Eddy Rasyidin adalah calon pertama yang mengikuti seleksi hari ini. Dalam paparannya, Eddy mengkritik proses penyeleksian dan pemilihan anggota BPK yang berlangsung selama ini. Terutama fit and proper test di DPR.


"Proses pemilihan sendiri sudah tidak akuntabel dan tidak transparan. Karena cuma fit and proper test tadi itu tidak akan melahirkan anggota BPK yang berintegritas dan independen. Model ini cuma hanya basa basi," ungkapnya di Gedung DPR/MPR/DPD, Jakarta, Jumat (5/9/2014).


Mantan staf ahli Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR ini sudah empat kali ikut seleksi anggota BPK. "Tapi tak pernah lolos, ya begitulah," ujarnya.


Eddy pun mengaku tidak berharap banyak dengan proses yang seperti ini. Dia pun menengarai sebenarnya proses ini hanya formalitas, karena bisa saja yang terpilih sudah ditentukan sebelumnya.


"Saya sudah tahu lah siapa yang terpilih. Kan juga sudah main di dalamnya. Pasrah saja lah" kata Eddy yang enggan mengungkapkan nama-nama yang sebenarnya sudah terpilih.


Menurut Eddy, proses seleksi BPK semestinya mencontoh KPK. Untuk menjaring pimpinan KPK, prosesnya memakan waktu sampai empat bulan. Seleksi juga melibatkan panitia independen sehingga kompetensi dan integritas pada calon bisa benar-benar diuji.


Namun untuk seleksi anggota BPK, lanjut Eddy, hanya butuh 30 menit fit and proper test di Komisi XI DPR. "Bagaimana bisa menggali profesionalitas, integritas, dan kompetensi? Harusnya mencontoh KPK," tegasnya.


Oleh karena itu, tambah Eddy, ke depan harus ada perubahan mendasar dalam seleksi anggota BPK. Dia menyarankan agar proses seleksi dimulai oleh tim pakar, bukan di DPR.


"Tim inilah yang akan menguji independensi, kompetensi, dan integritas calon. Setelah itu baru diserahkan ke DPR. Jadi tidak bisa macam-macam. Caranya harus revisi UU BPK dan UU terkait lainnya," terang Eddy.


(mkl/hds)

Berita ini juga dapat dibaca melalui m.detik.com dan aplikasi detikcom untuk BlackBerry, Android, iOS & Windows Phone. Install sekarang!