"Kita nggak perlu takut kerugian negara dan korporasi," kata Anggota VII Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Bahrullah Akbar, saat diskusi dan bedah buku berjudul 'BUMN dan Kesejahteraan Rakyat' di Djakarta Theatre, Jakarta, Rabu (10/9/2014).
Ia menyebut, aksi korporasi BUMN bisa untung atau rugi. Direksi BUMN tidak akan disalahkan hingga berujung pidana, apabila pengambilan keputusan mengacu pada ketentuan tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance/GCG).
"Kalau dia jalankan GCG, dia jalan pakai best practice. Bottom line adalah untung dan rugi. BUMN harus sadari itu," jelas Bahrullah.
Bila saat ini masih ada direksi BUMN yang ragu atau takut-takut saat mengambil langkah korporasi, ia menyebut bos BUMN itu tidak memiliki kompetensi sebagai direksi.
"Dia takut karena nggak punya kemampuan," jelasnya.
Persoalan yang dirisaukan direksi BUMN selama ini adalah, kerugian korporasi bisa dinilai sebagai kerugian negara.
Kerugian negara inilah yang bisa membawa bos BUMN ke ranah pidana. Alhasil, ada pihak yang mengusulkan adanya pemisahan kekayaan negara dan aset BUMN. Namun ide ini ditentang oleh Bahrullah.
Bahrullah beralasan, kekayaan BUMN tidak bisa lepas dari negara, karena BUMN sering menerima berbagai bentuk penugasan hingga suntikan dana APBN. Solusinya adalah menjalankan korporasi dengan azas GCG.
"Sangat ironis ada segelintir ingin mengubah. Saya katakan tidak bisa. BUMN itu alat negara untuk kesejahteraan," jelasnya.
(feb/dnl)
Berita ini juga dapat dibaca melalui m.detik.com dan aplikasi detikcom untuk BlackBerry, Android, iOS & Windows Phone. Install sekarang!
