Jika Naikkan Harga BBM, Faisal Basri: SBY Tuliskan Tinta Emas, Bukan Bom Waktu

Jakarta -Salah satu cara menekan angka defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah dengan mengurangi subsidi bahan bakar minyak (BBM). Pasalnya, dalam 11 tahun terakhir subsidi BBM melampaui defisit APBN.

Pengamat ekonomi Universitas Indonesia Faisal Basri menyebutkan, pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) perlu menaikkan harga BBM bersubsidi secepatnya. Dengan cara ini, menurut Faisal, akan memberikan kesan baik saat masa-masa akhir pemerintahan SBY.


"Semoga Pak SBY menuliskan tinta emas di akhir masa jabatannya, bukan meninggalkan bom waktu dengan tidak menaikkan harga BBM. Oke saja jika Pak SBY tidak menaikkan harga BBM, tetapi jangan meninggalkan utang," tegas Faisal saat diskusi bertema 'Subsidi BBM, Solusi atau Masalah?' di Double Bay Lounge & Dinner, Ibis Budget Hotel Menteng, Jakarta, Minggu (7/9/2014).


Faisal menilai, waktu yang tepat untuk menaikkan harga BBM subsidi adalah bulan September ini. Kenaikan harga dalam kisaran Rp 1.500-1.800 per liter dinilainya sudah cukup memadai.


"Yang paling ideal itu ya bulan ini dinaikkan oleh Pak SBY. Pak SBY harus berani menaikkan Rp 1.500, tapi yang paling bagus itu menurut saya kisaran Rp 1.800. Atau nanti Pak Jokowi (presiden terpilih Joko Widodo) setelah dilantik, hendaknya langsung menaikan harga BBM menjadi Rp 9.500," paparnya.


Akan tetapi, Faisal mengungkapkan, akan ada dampak psikologis dari kenaikan harga BBM ini usai Jokowi dilantik. "Saya ada rasa ngeri juga ketika baru dilantik, terus harus naik BBM-nya. Takut nanti rakyat jadi teriak-teriak," katanya.


Namun begitu, Faisal menyebutkan, jika bulan ini tidak ada kenaikan harga BBM, paling tidak awal tahun depan kebijakan tersebut sudah dilakukan.Next


(drk/hds)

Berita ini juga dapat dibaca melalui m.detik.com dan aplikasi detikcom untuk BlackBerry, Android, iOS & Windows Phone. Install sekarang!