Hal disampaikan oleh Anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Bahrullah Akbar, pada acara diskusi migas di Hotel Sahid, Jakarta, Senin (8/9/2014).
"Ya nggak gampang, refinery (kilang) itu membutuhkan waktu 3 tahun dan dana triliunan," kata Bahrullah.
Untuk membangun kilang minyak baru, diperlukan dana tidak sedikit. Untuk menyiasatinya, bisa dilakukan dengan mengambil dana dari penghematan subsidi BBM. Dana penghematan bisa dipakai atau disisihkan untuk membangun kilang baru.
"Kita bisa meningkatkan efisiensi BBM untuk membangun refinery. Misalnya dari Rp 100 triliun, kita alokasikan sekian triliun untuk pembangunan kilang Pertamina," paparnya.
Pasca membangun kilang minyak baru, Indonesia harus menggenjot produksi migas di dalam negeri. Indonesia menurutnya akan memperoleh tambahan produksi migas dari blok-blok migas baru.
"Proyek-proyek pembangunan minyak harus dipercepat, Cepu-kan termasuk yang sudah mulai, IDD dipercepat, harus diperbuatkan lobi atau negosiasi, karena itu yang bisa mendorong lifting (produksi minyak) kita," jelasnya.
Indonesia per harinya harus mendatangkan sekitar 400.000 barel minyak dari luar negeri untuk memenuhi kebutuhan migas di dalam negeri.
Bahrullah juga angkat suara terkait adanya dugaan mafia pada impor BBM. Ia menyebut, harga yang dibeli memang berdasarkan mekanisme pasar.
"Kita pakai standar internasional, MOPS (Mean of Plats Singapore) itu kan perlu kehati-hatian, yang harus kita perhatikan adalah variabel-variabel antara lain MOPS. Kemudian tadi aktivasi kilang-kilang, struktur angkutan, pembaruan kilang, pembangunan pusat blending, jadi banyak variabel kalau bicara tata kelola migas itu," paparnya.
(feb/dnl)
Berita ini juga dapat dibaca melalui m.detik.com dan aplikasi detikcom untuk BlackBerry, Android, iOS & Windows Phone. Install sekarang!
