"Itu hanya kelompok Said Iqbal saja, mereka terlalu berlebihan. Itu hanya segelintir saja, kalau serikat pekerja yang lain kita masih bisa komunikasi," kata Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (PHI dan Jamsos) Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) Irianto Simbolon kepada detikFinance, Selasa (7/10/2014).
Ia mengatakan secara umum, kisruh UMP selama ini terjadi paling banyak di kawasan Jabodetabek terutama di Jakarta dan Bekasi. "Tahun lalu yang panas di DKI dan Bekasi, Jabodetabek saja. Kalau yang lain kondusif," tegas Irianto.
Menurutnya UMP merupakan jaring pengaman bagi para pekerja lajang, sehingga UMP tak harus didorong kenaikannya terlalu tinggi. Justru yang harus didorong adalah kenaikan upah struktural masing-masing perusahaan, yang mengacu pada produktivitas dan prestasi kerja seorang karyawan.
"Jadi kalau UMP itu kan ada hitungannya berdasarkan nalar dan logika. Jadi yang minta kenaikan UMP 30%-40%, itu hanya satu organisasi saja," kata Irianto.
Sebelumnya, kalangan buruh dari Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menuntut kenaikan upah 2015 minimal 30% khususnya di DKI Jakarta. Kenaikan tersebut karena ada penambahan KHL dari 60 menjadi 84 sebagai dasar penentuan UMP 2015.
"Yang jelas dari serikat pekerja tetap konsisten minta upah DKI naik 30%," kata Anggota Dewan Pengupahan DKI KSPI Dedi Hartono.
(hen/hds)
Berita ini juga dapat dibaca melalui m.detik.com dan aplikasi detikcom untuk BlackBerry, Android, iOS & Windows Phone. Install sekarang!