Pemda Jor-joran Beri Izin Tambang dan Sawit, Hutan Kalimantan Mulai Menipis

Berau -Kawasan hutan baik hutan lindung maupun hutan produksi kian menipis di Pulau Kalimantan. Salah satu penyebabnya adalah pembukaan kawasan perkebunan sawit dan penambangan batubara yang terbilang cukup tinggi.

World Wide Fund for Nature (WWF) Indonesia menyebut Pemerintah Daerah seharusnya bisa menahan laju pertumbuhan pemberian izin pembukaaan lahan hutan untuk kegiatan penambangan dan perkebunan sawit. Pemberian izin penambangan dan perkebunan sawit bahkan terbilang cukup tinggi saat musim pemilihan kepala daerah (Pilkada) di Pulau Kalimantan.


"Kegiatan konversi hutan menjadi areal penambangan terutama batubara dan perkebunan sawit terbilang cukup tinggi. Indikasi itu semakin menjadi bahkan terlampau tinggi saat musim Pilkada," ungkap Responsible Forest Coordinator for GFTN Indonesia, WWF Indonesia Joko Sarjito saat mengunjungi Hutan Berau, Kalimantan Timur dalam kegiatan WWF-Indonesia baru-baru ini, dikutip Senin (18/11/2013).


Berdasarkan data yang diberikan World Wide Fund for Nature (WWF) Indonesia di tahun 2013 ini, jenis Izin tambang mineral di Kalimantan Timur yang dikeluarkan adalah sebanyak 1208 izin. Dari jumlah itu di mana 830 izin aktif dan 378 izin yang expired (habis masa berlaku) di tahun 2013.


Kemudian dari jumlah itu hampir 98% diperuntukan untuk tambang batubara sisanya beragam baik untuk tambang emas, besi, pasir dan batu gamping. Sedangkan dari 7 Kabupaten yang ada di Kalimnatan Timur, Kabupaten terbanyak yang mengeluarkan izin tambang yaitu Kutai Kertanegara dengan jumlah izin yang terbit sebanyak 411 di mana 234 izin aktif dan 177 izin expired di tahun 2013.


Sedangkan secara hitungan, Areal Penggunaan Lain (APL) dari kawasan hutan di Kalimnatan Timur menjadi perkebunan sawit maupun kawasan penambangan juga mengalami perubahan dari 3.976.593 hektar menjadi 4.305.856 hektar atau naik 329.263 hektar (sesuai SK 554/2013).


"Jadi memang betul kondisinya cukup memprihatinkan terutama jika kegiatan penambangan selesai tidak ada upaya untuk melakukan reklamasi atau perbaikan kawasan di tempat itu. Izin tambang batubara yang kecil-kecil itu cukup banyak," katanya.


WWF sendiri tidak tinggal diam melihat fenomena yang dapat merusak keberlangsungan kawasan hutan dan flora fauda di dalamnya. Beberapa langkah advokasi dilakukan terutama untuk melindungi kawasan hutan agar tetap lestari.


"Kita terus bekerja dan mengawasi terutama yang menyentuh kawasan hutan konservasi yang bernilai tinggi. Kita biasa melakukan advokasi hukum seperti yang kita lakukan terhadap perusahaan HPH yang berada di Kalimantan Utara di mana kegiatannya mengancam kehidupan gajah liar Kalimantan di sana," cetusnya.


(wij/ang)

Berita ini juga dapat dibaca melalui m.detik.com dan aplikasi detikcom untuk BlackBerry, Android, iOS & Windows Phone. Install sekarang!