Lino memandang rencana tersebut bisa saja gagal jika pemerintah memaksakan pembanguan Pelabuhan Cilamaya di Jawa Barat.
"Nanti bisa singgah dulu di Singapura dan Port Klang Malaysia sebelum ke Indonesia. Ke Indonesia dia pakai kapal kecil-kecil. Apa itu yang kita mau?," kata Lino kepada detikFinance Sabtu (23/8/2014)
Lokasi Pelabuhan Cilamaya dan New Priok yang relatif berdekatan sehingga bisa memecah konsentrasi alur pengiriman barang atau peti kemas. Akibatnya tidak ada kapal besar yang langsung bongkar jangkar di Pelabuhan RI karena telah transit di pelabuhan negeri tetangga.
Padahal kapal dengan kapal besar sekelas 10.000 TEUs sampai 18.000 TEUs bisa membawa peti kemas lebih banyak sehingga ongkos angkut (freight) bisa ditekan. Ujung-ujungnya berpengaruh terhadap pengurangan biaya logistik nasional (cost of logistic).
"Kapal besar masuk maka freight cost lebih murah. Kita kan ingin menekan cost of logistic di negeri ini," sebutnya.
Lino menerangkan pihaknya dan investor asal Jepang (Mitsui) telah bekerjasama mengembangkan New Priok. Di dalam kerjasama tersebut, Mitsui mulai tahun depan akan membawa kapal-kapal besar sekelas 10.000 TEUs untuk bongkat muat di New Priok tanpa harus transit di Malaysia dan Singapura.
"Dalam kerjasama itu, Mitsui ada kewajiban bawa kapal besar angkut 10.000 TEUs dari
Amerika ke Indonesia atau sebaliknya tanpa singgah ke Singapura atau Port Klang Malaysia," jelasnya.
Pelindo II sebagai operator pelabuhan telah mempersiapkan dan membangun infrastruktur agar kapal-kapal besar bisa singgah. Salah satunya adalah membangun pelabuhan New Priok berkapasitas 15 juta TEUs dan memperdalam pelabuhan (draft) hingga 15 meter.
"Dengan draft (kedalaman) 16 meter maka kapal besar bisa masuk. Dengan draft itu bisa buat masuk kapal ukuran sampai 18.000 TEUs," terangnya.
(feb/ang)
Berita ini juga dapat dibaca melalui m.detik.com dan aplikasi detikcom untuk BlackBerry, Android, iOS & Windows Phone. Install sekarang!
