Sudah Tak Dapat Subsidi Listrik, Pengusaha Mal Ngiri dengan Industri

Jakarta -Sejak Oktober tahun lalu, para pengusaha mal sudah tak mendapat subsidi listrik karena sudah dicabut subsidinya.

Mereka merasa iri dengan pelaku industri (pabrik) yang tarif listriknya masih di bawah tarif bangunan mal. Tarif listrik untuk mal rata-rata Rp 1.300-an per Kwh, sedangkan untuk industri masih sekitar Rp 1.000-an per Kwh.


Pengusaha mal yang tergabung dalam Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) mengaku keberatan dengan tarif listrik yang tinggi. APPBI menilai penetapan tarif listrik dengan sistem adjustment (tarif mengambang) untuk pusat perbelanjaan seperti mal seharusnya dikaji kembali.


Ketua Dewan Pembina APPBI Stefanus Ridwan mengatakan tarif yang diberlakukan untuk pusat perbelanjaan cukup memberatkan karena jauh lebih tinggi dari industri. Padahal, tidak semua pusat perbelanjaan masuk dalam kelas menengah atas. Bahkan, dari total 76 pusat perbelanjaan di Jakarta, hanya ada 7 mal yang masuk kelas menengah atas.


"Untuk pusat perbelanjaan seperti mal itu kebanyakan kelas menengah bawah, yang kelas menengah atas kurang dari 10%, sisanya menengah bawah. Jadi harus dibedakan kenaikannya dengan industri," katanya.


Ia mengatakan para penyewa mal kebanyakan datang dari sektor Usaha Menengah, Kecil, dan Mikro (UMKM) hingga mencapai 70%. Ini tentunya akan memberatkan pihak penyewa dengan tarif listrik yang tinggi karena sudah tak disubsidi.


"Penyewa di mal kan kebanyakan menengah ke bawah, banyak UKM juga, 70% menengah ke bawah, mereka kan nggak gede jadi tentu ya mesti disesuaikan ya," kata Stefanus.Next


(drk/hen)

Berita ini juga dapat dibaca melalui m.detik.com dan aplikasi detikcom untuk BlackBerry, Android, iOS & Windows Phone. Install sekarang!