Nelayan Papua Kesulitan Dapat Solar

Sorong -Wilayah pesisir Provinsi Papua Barat memiliki potensi perikanan laut yang sangat besar. Ikan jenis cakalang hingga tuna menjadi incaran para nelayan mulai dari Sorong, Raja Ampat, Fak-Fak hingga Kaimana.

Untuk mendukung operasional penangkapan ikan, nelayan sangat bergantung oleh pasokan solar subsidi dari pemerintah. Namun nelayan wilayah Papua Barat justru kerap kesulitan saat berusaha memperoleh solar.


"Minyak subsidi. Nggak tahu minyak lari ke mana. Nelayan malah dapatnya minyak industri. Itu harganya tinggi," kata Kepala PT Perikanan Nusantara (Persero) Cabang Sorong Srinona Kadarisman di Kota Sorong, Papua Barat, Selasa (2/9/2014).


Akibat susahnya memperoleh solar subsidi, lantas ditambah rencana pemerintah membatasi pasokan BBM subsidi, maka Sri menyebut ada dampak negatif terhadap produktivitas nelayan.


"Pembatasan BBM akan susahkan nelayan, kurangi tingkat produktivitas nelayan. Ada nama kampung di Pulau Buaya. Di situ perahu nelayan dibalikkan dan ditutup karena nggak operasi. Karena nggak ada BBM," sebutnya.


Sri menjelaskan selama ini kebutuhan solar untuk kapal tangkap yang dimiliki perseroan sebesar 10 ton untuk sekali jalan. Namun pasokan solar subsidi hanya tersedia 2 ton.


"Penghambat paling utama dari BBM. Di sini sumber minyak terbesar. Di kirim ke daerah dan ke luar negeri. Tapi kita sulit dapat minyak," katanya.


Melihat fenomena ini, Prinus telah meminta restu kepada Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pemegang saham. Prinus meminta perseroan diberi izin serta memperoleh dukungan membuka SPBU khusus nelayan. Pasalnya Prinus memiliki ratusan mitra nelayan yang menyokong pusat industri pengolahan ikan di Kota Sorong.


"Karena nggak ada BBM. Kita usulkan bikin SPBU untuk kapal nelayan. Kita mau bicarakan ke Menteri BUMN," jelasnya.


(feb/ang)

Berita ini juga dapat dibaca melalui m.detik.com dan aplikasi detikcom untuk BlackBerry, Android, iOS & Windows Phone. Install sekarang!