Cerita Penghuni Rusun Ingin Bebas dari 'Sapi Perah' Pengembang

Jakarta -Dari ratusan kawasan apartemen atau rusun di Indonesia, tak banyak yang dikelola langsung oleh para penghuni sebagai amanat UU No 20 Tahun 2011 tentang rusun. Namun ada beberapa penghuni rusun yang sudah berhasil keluar atau masih dalam proses keluar dari jeratan 'sapi perah' pengelola/pengembang rusun.

Ketua Kesatuan Aksi Pemilik dan Penghuni Rumah Susun Indonesia (KAPPRI) Krismanto Prawirosumarto mengatakan, ada beberapa kasus penghuni rusun mencoba merebut Perhimpunan Penghuni Rumah Susun (PPRS) dari pihak pengembang.


Namun untuk mencapai itu tak mudah, karena prosesnya panjang, bahkan harus menempuh jalur hukum di pengadilan. Ia mencontohkan, proses 'merebut' PPRS dari pengembang oleh penghuni terjadi di sebuah apartemen di Kota, Medan, Sumatera Utara.


"Kasus apartemen di Medan, warga menuntut agar PPRS dibubarkan yang dibentuk oleh pengembang, putusan pengadilan akhirnya memenangkan warga, tapi faktanya belum dieksekusi," kata Krismanto kepada detikFinance, Kamis (2/10/2014)


Ia mengaku sampai mengirim tim ahli dari Jakarta ke Medan dalam proses pengadilan. Hasilnya memang positif, karena pengadilan mengacu pada UU No 20 Tahun 2011 tentang rusun, sehingga gugatan penghuni rusun dikabulkan.


Cerita lain, datang dari Jakarta, namun kali ini rusun non hunian (kios) yang berada di kawasan Kramat Raya, Jakarta Pusat. Para pemilik kios berhasil membentuk PPRS sendiri, di luar pengembang. Namun berselang beberapa lama, muncul PPRS 'tandingan' yang diduga dibentuk oleh pengembang.


"Sekarang PPRS masih proses disahkan oleh Pemda DKI, tapi sudah 3 bulan belum ada pengesahan. Pak ahok berjanji akan mengesahkan, tapi sampai hari ini kami belum terima. kenapa? Karena pengembang membentuk PPRS, dengan melibatkan belasan pemilik kios, mereka minta disahkan," keluhnya.Next


(hen/dnl)

Berita ini juga dapat dibaca melalui m.detik.com dan aplikasi detikcom untuk BlackBerry, Android, iOS & Windows Phone. Install sekarang!