Menteri Susi Khawatir WNI Jadi Korban Perbudakan Kapal-kapal Asing

Jakarta -Kasus perbudakan anak buah kapal (ABK) Myanmar dan Thailand di Benjina, Maluku yang melibatkan PT Pusaka Benjina Resources (PBR) memunculkan kekhawatiran soal nasib para ABK Indonesia di negara lain. Kasus ini kali pertama diungkap oleh AP (Associated Press) dalam laporan investigasi yang berjudul “Are slaves catching the fish you buy?"

Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengatakan kegiatan illegal fishing dan perbudakan seolah saling berkait. Para perusahaan kapal penangkap ikan yang mencuri ikan, biasanya memalsukan dokumen, soal Unit Pengolahan Ikan (UPI) yang tak beroperasi, hasil tangkapan tidak dilaporkan dengan benar.


Selain itu, Susi juga mengatakan perusahaan-perusahaan penangkapan ikan di berbagai belahan dunia melakukan sistem kerja paksa, pemalsuan dokumen ABK, perdagangan manusia, penggunaan ABK asing, penyiksaan tenaga kerja, diskriminasi penggajian dan hak-hak karyawan lainnya.


"Yang patut kita pikirkan adalah berapa banyak orang Indonesia, ini bekerja di perusahaan seperti ini, di luar Indonesia," kata Susi usai rapat terbatas di Istana Negara, Jakarta, Selasa (7/4/2015).


Menurut Susi, dalam beberapa bulan terakhir ada berita soal WNI yang menjadi ABK dan menjadi korban kapal tenggelam di Laut Bering perbatasan Rusia dan AS.


"Minggu kemarin juga ada di barat Australia, ada di Angola. Jadi apa yang terjadi dengan orang Myanmar di Benjina (Maluku) itu juga terjadi dengan orang Indonesia. Hanya kita tidak tahu di mana mereka," ungkap Susi.


Susi mengatakan biasanya WNI yang jadi ABK perusahaan asing dapat diketahui setelah ada kejadian musibah kapal tenggelam.


"Jadi sebetulnya pencurian ikan ini, adalah kejahatan yang tidak bisa dianggap enteng. Itu adalah kejahatan kemanusiaan yang luar biasa," kata Susi.


(hen/hds)

Redaksi: redaksi[at]detikfinance.com

Informasi pemasangan iklan

hubungi : sales[at]detik.com