Adiningsih menilai RAPBN 2015 terlalu banyak diisi oleh anggaran yang populis dan tidak produktif. Ini terlihat dari anggaran subsidi bahan bakar minyak yang mencapai Rp 291,1 triliun, lebih besar dibandingkan belanja infrastruktur yang direncanakan Rp 134,7 triliun.
"RAPBN 2015 masih ditambah beban subsidi meningkat dan pengeluaran populis besar. Sayangnya tidak didukung oleh pendapatan yang mencukupi, sehingga defisitnya sudah dipatok tinggi yaitu 2,32% dari PDB," kata Adiningsih di Jakarta, Selasa (19/8).
Adiningsih menyebutkan, 14,3% anggaran negara pada 2015 habis untuk membayar gaji pegawai. Sementara pembayaran bunga utang memakan 7,6%, anggaran pendidikan 22,9%, subsidi energi 18%, dan transfer ke daerah 31,69%.
"Itu total sudah 94,5% dari pengeluaran. Fiscal space pemerintah baru kecil sekali," imbuhnya.
Adiningsih menilai, pemerintahan baru yang akan menghadapi semua permasalahan tersebut. Perubahan APBN juga baru bisa dilakukan paling cepat awal 2015.
"Ini artinya pemerintah baru akan tidak mudah untuk mendapatkan anggaran untuk mengimplementasikan visi misinya dengan cepat," kata Adiningsih.
Padahal, tambah Adiningsih, publik banyak berharap pemerintahan baru akan membawa perubahan yang signifikan. Namun APBN yang diwariskan kepada presiden baru tidak memungkinkan untuk itu dan mengubahnya membutuhkan waktu.
"Hal ini bisa menjadi masalah karena harapan publik akan adanya perubahan setelah pemerintah baru terbentuk tidak dapat dipenuhi. Sehingga lobi agar pemerintah dan DPR memberikan fiscal space yang longgar pada pemerintah baru perlu segera dilakukan," tuturnya.
Adiningsih mengusulkan APBN-Perubahan 2015 segera diajukan awal tahun depan dan diselesaikan dengan cepat. "Tanpa perubahan anggaran, pemerintah baru tidak akan bisa melaksanakan visi misinya," ujarnya.
(hds/hen)
Berita ini juga dapat dibaca melalui m.detik.com dan aplikasi detikcom untuk BlackBerry, Android, iOS & Windows Phone. Install sekarang!
