Chatib Basri, Menteri Keuangan, mengatakan kenaikan suku bunga di AS akan menyebabkan aliran dana di pasar keuangan akan cenderung mengarah ke Negeri Paman Sam. Akibatnya, sulit bagi negara-negara berkembang seperti Indonesia untuk memperoleh pembiayaan dari pasar seperti penerbitan surat utang atau obligasi.
"Share dalam bond (obligasi), foreign (investor asing) kita besar. Sehingga yang bisa dilakukan adalah bagaimana membuat stabilitas tetap terjaga adalah soal foreign financing," ujarnya di gedung Kementerian Keuangan, Jakarta, Senin (6/10/2014).
Oleh karena itu, lanjut Chatib, sebaiknya pemerintahan Jokowi mengurangi penarikan utang. Caranya adalah dengan menurunkan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Hal ini sudah dilakukan dengan penurunan defisit APBN 2015 dari 2,23% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) menjadi 2,21% PDB. "Agar ketergantungan kita kepada utang menjadi relatif lebih kecil. Tentunya defisit harus lebih kecil lagi," sebut Chatib.
Sebelumnya, Fauzi Ichsan, Ekonom Standard Chartered Bankm menyebutkan negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, akan sulit untuk memperoleh dana dari pasar. Kalaupun ada, mungkin biayanya akan lebih mahal.
"Dengan mulai terbatasnya dana murah karena ekspektasi kenaikan suku bunga di AS, maka sebaiknya ketergantungan Indonesia terhadap utang mulai dibatasi. Ada saja yang beli obligasi negara, tapi bunganya jadi tinggi," papar Fauzi
Untuk itu, demikian Fauzi, pemerintah harus dapat menekan defisit anggaran di bawah 2% dari PDB. "Caranya adalah dengan mengurangi subsidi BBM (bahan bakar minyak) melalui kenaikan harga," tegasnya.
(mkl/hds)
Berita ini juga dapat dibaca melalui m.detik.com dan aplikasi detikcom untuk BlackBerry, Android, iOS & Windows Phone. Install sekarang!