Impor Minyak Tinggi, Wamenkeu: Makanya Konversi BBG dan Biofuel Serius

Jakarta -Tingginya impor Bahan Bakar Minyak (BBM) menguras neraca perdagangan dan transaksi berjalan Indonesia. Ini pun menjadi masalah serius, karena merusak kestabilan perekonomian dalam negeri.

Wakil Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan, langkah konversi BBM ke Bahan Bakar Gas (BBG) dan biofuel sudah harus dilakukan. Kondisi sekarang membuktikan langkah tersebut harus direalisasikan secara serius.


"Kita memiliki bahan bakar biofuel dan gas. Konversi BBG dan biofuel itu sudah direncanakan sebelumnya, dan waktu yang tepat dilakukan sekarang. Makanya harus serius," tegas Bambang dalam seminar outlook economy 2014 di Hotel Four Season, Kuningan, Jakarta, Senin (18/11/2013)


Bambang menuturkan, dalam beberapa tahun terakhir, Indonesia mengalami pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Ini menjadi alasan betapa sulitnya untuk mengurangi impor bahan bakar. Sehingga pilihannya cuma beralih ke bahan bakar selain minyak.


"Mengurangi impor BBM itu sulit karena pertumbuhan tinggi, sementara produksi itu tidak cukup karena sumur-sumur yang ada itu sudah tua dan sulit menghasilkan minyak," sebutnya.


Jika tidak ada ada perubahan, artinya defisit transaksi berjalan sulit untuk diperbaiki. Kurs mata uang rupiah juga terancam akan melemah karena ada ketidakseimbangan internal.


Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), nilai impor minyak dan gas (migas) Indonesia di September 2013 mencapai US$ 3,669 miliar, tak jauh beda dari Agustus 2013 yang nilainya US$ 3,672 miliar. Perlu diketahui, di September 2013, nilai impor minyak mentah Indonesia mencapai US$ 1,196 miliar, naik dari Agustus 2013 US$ 990 juta.


(mkl/dnl)

Berita ini juga dapat dibaca melalui m.detik.com dan aplikasi detikcom untuk BlackBerry, Android, iOS & Windows Phone. Install sekarang!