Ngiri dengan Mobil Murah, Pengembang Minta Setoran PBB Dikurangi

Jakarta -Para pengembang properti meminta pengurangan pajak bumi dan bangunan (PBB) sebagai insentif pajak pembangunan rumah murah. Selama ini pengembang mengaku keberatan karena harus menanggung 100% setoran PBB sebelum rumah yang dipasarkan laku terjual.

"Kita juga meminta PBB juga, iya dong sebelum pindah tangan kan itu tanggung jawab pengembang. Sehingga dengan insentif itu semua kita dapat menekan cost, di sektor manapun. Itu tergantung pemerintah permintaannya berapa. Sekarang kan 100%, selama belum laku, kan kita yang bayar," ujar Ketua DPP Real Estate Indonesia (REI) Setyo Maharso di Hotel Four Seasons, Kuningan, Jakarta, Senin (18/11/2013)


Setyo sempat mengkritik pemerintah yang lebih memilih memberikan insentif (PPn Barang Mewah) terhadap program mobil murah (LCGC), sementara insentif untuk perumahan masih minim.


Selain insentif PBB, pengembang mendesak ada insentif untuk pengembang yang membangun rumah ramah lingkungan. Ia menilai pengembang juga layak mendapatkan insentif.


"Bisa juga mengarah ke pajak go green. Kita kan sudah ke sana pada yang ramah lingkungan. Harusnya kan kita mendapatkan," sebutnya.


Saat ini, untuk membangun rumah murah, pengembang hanya mendapatkan insentif berupa pembebasan pajak pertambahan nilai (PPN), ini pun hanya berlaku untuk rumah maksimal Rp 144 juta atau rumah susun murah.


"Oh iya jelas kita tidak mendapatkan untung," sebutnya.


Seperti diketahui pemerintah pusat telah mengalihkan penerimaan pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Perkotaan dan Pedesaan (P2) ke pemerintah daerah.


Pengalihan BHPTB dan PBB P2 berdasarkan UU 28/2009. Pengalihan BHPTB akan dilakukan pada 1 Januari 2011 sedangkan PBB P2 wajib diberlakukan seluruh pemda paling lambat pada 1 Januari tahun 2014.


(mkl/hen)

Berita ini juga dapat dibaca melalui m.detik.com dan aplikasi detikcom untuk BlackBerry, Android, iOS & Windows Phone. Install sekarang!