Perdagangan Gading, Bisnis Gelap yang Sedap

Jakarta -6 Mei 2013. Malam baru menjelang ketika 17 pria bersenjata berat merangsek ke sebuah area terbuka di Taman Nasional Dzanga-Ndoki di Kongo.

Bukan. Mereka bukan hendak bertempur karena lokasi yang mereka tuju adalah tempat sekelompok gajah sedang berkumpul.


Para pria bersenjata itu kemudian naik ke sebuah tempat observasi di Dzanga Sangha, yang biasa dipakai ilmuwan dalam penelitian. Dor! Mereka mulai menembaki gajah-gajah itu dengan brutal. Satu per satu gajah itu bergelimpangan ke bumi.


Pembantaian itu berlanjut dengan 'pesta' pengambilan gading. Begitu akhir laporan World Wildlife Fund (WWF), yang dirilis pada pertengahan tahun lalu.


Perburuan gajah secara liar di Afrika memang brutal. Selain ditembaki, tak jarang pemburu memakai racun sampai menembaki kawanan gajah dengan peluncur roket yang ditembakkan dari helikopter atau di atas permukaan tanah.


Akibatnya populasi gajah liar menurun. Contohnya di kawasan Taman Nasional Dzanga-Ndoki itu. Populasi gajah di sana sebetulnya tinggal 1.000-an ekor saja. Penembakan malam itu sudah pasti mengurangi populasi gajah liar yang dilindungi.


Populasi gajah di Afrika tinggal 500 ribu ekor, dari 1,2 juta ekor pada 1980. Hampir 100 ekor gajah dibunuh demi gadingnya setiap hari di Afrika, menurut Wildlife Conservation Society. Data tahun 2012, menurut Convention on the International Trade in Endangered Species (CITES), 22.000 ekor gajah mati dibantai. Next


(hds/dru)

Berita ini juga dapat dibaca melalui m.detik.com dan aplikasi detikcom untuk BlackBerry, Android, iOS & Windows Phone. Install sekarang!