Sherpa Mogok, Bisnis Pendakian Everest Terancam

Jakarta -Pendaki asal Italia, Claudio Tessarolo, sudah berada di base camp pendakian Gunung Everest selama 10 hari lebih. Tapi kejelasan akan rencananya mendaki gunung tertinggi di dunia itu tak kunjung datang.

Semua bermula sejak terjadinya bencana salju longsor yang menewaskan 13 Sherpa dan tiga hilang di Khumbu Icefall di lereng Everest pada 18 April lalu. Selama berhari-hari sejak bencana itu para pendaki tinggal dalam ketidakpastian. Satu per satu anggota tim Tessarolo pergi.


Pada pekan lalu, Tessarolo dan timnya yang tersisa akhirnya memutuskan untuk pulang. “Untuk pertama kali masyarakat lokal mengambil keputusan mengenai Everest,” katanya kepada CNN, pada pekan lalu.


Secara resmi, Sherpa sebetulnya tak melarang para pendaki naik ke gunung. Tapi tanpa bantuan mereka, pendakian ke Everest tak ubahnya bunuh diri. “Tanpa Sherpa, kami tak bisa mendaki dan tak ada yang bisa kami lakukan lagi,” kata Tessarolo, sambil berkemas-kemas.


Penutupan pendakian Everest sebetulnya bersifat sementara saja. Setelah evakuasi para korban longsoran salju di Para pendaki pun masih punya waktu satu bulan sebelum monsoon tiba.


Tapi banyak Sherpa yang emoh bekerja. Longsoran salju yang menimpa 50 orang dan menewaskan 13 orang dan 3 orang hilang--kebanyakan Sherpa, telah membuat membuat para Sherpa memutuskan mogok memandu para pendaki naik ke atap dunia itu.


Alasan para Sherpa tak mau bekerja bermacam-macam. Ada yang masih berduka lantaran sanak keluarganya termasuk ke dalam korban longsoran. Yang lain memakai alasan religius. Menurut mereka, ada kode spiritual Sherpa yang telah dilanggar sehingga bencana terjadi. Next


(DES/DES)

Berita ini juga dapat dibaca melalui m.detik.com dan aplikasi detikcom untuk BlackBerry, Android, iOS & Windows Phone. Install sekarang!