Bos Mandiri: Penduduk RI Banyak, Kok Likuiditas Bank Ketat?

Jakarta -Industri perbankan Indonesia masih akan menghadapi likuiditas yang ketat. Salah satu penyebabnya adalah tidak ada lagi imbauan yang efektif untuk mendorong masyarakat menempatkan uang di bank.

Direktur Utama PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) Budi Gunadi Sadikin mengatakan, Indonesia merupakan negara dengan perekonomian terbesar ke-16 di dunia. Namun, kondisi likuiditas perbankan masih ketat.


"Kita negara dengan perekonomian terbesar nomor 16 di dunia, penduduk kita juga banyak. Kok likuiditas perbankan ketat?" kata Budi saat acara halal bihalal dan Workshop antara SRO dengan Anggota Bursa, Bank Kustodian, dan Emiten dengan tema 'Economic Outlook Pasca Pemilu 2014' di Hotel Ritz Carlton Pacific Place, Jakarta, Senin (18/8/2014).


Dia menjelaskan, kondisi likuiditas perbankan Indonesia saat ini sudah sangat berbeda dengan 15 tahun lalu. Saat ini hingga 10 tahun ke depan, likuiditas perbankan masih akan ketat.


"Perbankan Indonesia akan berbeda 10 tahun ke depan. Selama 15 tahun likuiditas longgar, saat ini ketat," katanya.


Penyebabnya, menurut Budi, adalah dari faktor Dana Pihak Ketiga (DPK) berupa tabungan, deposito, dan sebagainya. Pada masa Orde Baru, DPK perbankan cukup besar karena pemerintah saat itu menggenjot program Tabanas.


"Waktu zaman Pak Harto ada Tabanas, sesudah itu nggak ada lagi. Sekarang pembantu kita punya handphone tapi nggak punya rekening, pedagang sayur juga. Kalau itu (tabungan) didorong kan bisa banyak," jelas Budi.


(drk/hds)

Berita ini juga dapat dibaca melalui m.detik.com dan aplikasi detikcom untuk BlackBerry, Android, iOS & Windows Phone. Install sekarang!