'Badai' Lanjutan yang Mengancam Malaysia Airlines

Jakarta -

Sabtu, 8 Maret 2014, datang berita yang mengejutkan. Pesawat Malaysia Airlines MH-370 yang terbang dari Kuala Lumpur menuju Beijing dinyatakan hilang. Berita ini menyedot perhatian dunia, dan lebih dari 20 negara ikut dalam misi pencarian.


Spekulasi pun berkembang. Aksi terorisme, pembajakan, hingga yang berbau agak mistik pun dikemukakan berbagai pihak untuk menjelaskan peristiwa ini.


Sekitar dua pekan setelah kejadian, akhirnya muncul titik terang. Senin, 24 Maret 2013, pemerintah Malaysia mengumumkan bahwa pesawat naas tersebut jatuh di selatan Samudera Hindia. Tidak ada penumpang yang selamat.


Di industri penerbangan, Malaysia Airlines merupakan salah satu maskapai unggulan dengan standar pelayanan yang dan keselamatan yang tinggi. Namun tragedi pesawat MH-370 bisa saja mengubah wajah maskapai kelas wahid di Negeri Jiran ini.


Shukor Yusof, analis penerbangan dari S&P Capital IQ (salah satu divisi di lembaga pemeringkat Standard & Poor’s), menyatakan wisatawan kemungkinan cenderung menghindari Malaysia Airlines setelah insiden yang menimpa pesawat MH-370.


“Perusahaan juga akan menderita karena jajaran petinggi lebih fokus untuk mencari pesawat yang hilang dan menghadapi media ketimbang menjalankan bisnis,” kata Yusof, seperti dikutip dari Daily Mail, kemarin.


Yusof melanjutkan, Malaysia Airlines juga punya kewajiban untuk memberi santunan kepada keluarga korban yang mencapai US$ 5.000 atau lebih dari Rp 50 juta per penumpang. Belum lagi maskapai ini juga bisa saja menghadapi masalah hukum. “Ini harus diperhatikan dalam laporan keuangan mereka,” ujarnya.Next


(hds/DES)

Berita ini juga dapat dibaca melalui m.detik.com dan aplikasi detikcom untuk BlackBerry, Android, iOS & Windows Phone. Install sekarang!