Sudah Setahun Masyarakat Perbatasan Kalimantan Sulit Dapat Gula

Jakarta - Asosiasi Pengusaha Gula dan Terigu Indonesia (Apegti) mengungkapkan sulitnya masyarakat perbatasan di Kalimantan untuk mendapatkan gula. Masalah distribusi yang buruk di luar Pulau Jawa menjadi penyebab masalah ini.

Apegti mempertanyakan tanggung jawab Kementerian Perdagangan, Kementerian Pertanian dan Kementerian Koordinator Perekonomian atas carut marut pengadaan dan distribusi gula di daerah perbatasan Indonesia.


Ketua Apegti Natsir Mansyur mengatakan tiga Kementerian tersebut tidak kunjung menanggapi permasalahan gula konsumsi di perbatasan dan selalu saling lempar tanggung jawab sehingga menimbulkan dampak yang serius. Ia mengatakan, produksi gula konsumsi di Jawa hanya 2,1-2,3 juta ton per tahun, sementara konsumsi gula nasional mencapai 2,9 juta ton per tahun.


"Melihat produksi gula komsumsi hanya dapat diserap oleh konsumen di Jawa, bagaimana dengan konsumen di perbatasan," kata Natsir Senin (29/4/2013)


Natsir mengungkapkan, sudah setahun belakangan masyarakat perbatasan di Kalimantan tidak mendapat distribusi gula dengan baik. Menurutnya disparitas harga gula antara Jawa dan daerah perbatasan begitu tinggi.


"Harga gula konsumsi dari negara tetangga sekitar Rp 10.000/Kg. Sementara harga gula dari Jawa mencapai Rp 13.000/Kg dan itu pun sudah mahal sulit didapatkan pula," katanya.


Selain gula, kata Natsir, kebutuhan pangan lainnya seperti beras, daging sapi dan makanan olahan lebih mudah didatangkan dari negara tetangga dibandingkan dari wilayah Indonesia.


Apegti menilai, pemerintah kurang peka terhadap permasalahan yang terjadi di perbatasan. Karena di sisi lain, apabila regulasi impor gula ini diatur dengan baik maka penyeludupan akan berkurang, pajak bea masuk dapat diperoleh negara, dan tidak akan terjadi lagi perselisihan sesama warga dan aparat.


Pihaknya juga sangat menyangyangkan, dari tahun ke tahun kasus impor gula konsumsi dan pangan lainnya di perbatasan, khususnya di Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur itu masih menimbulkan konflik dan tidak ditangani dengan baik oleh ketiga Kementerian terkait.


"Kami harapkan pemerintah bisa melihat kondisi sebenarnya, sehingga diperlukan langkah-langkah yang tepat dengan membuat regulasi atau tata niaga yang baik dalam pemenuhan kebutuhan gula dan bahan pokok sehingga tidak semua barang menjadi ilegal," katanya.


(rrd/hen)